Senin, 10 Maret 2008

EYES in the SKY (EiS)

Apa yang terlintas di benak kita, warga TNI AU, apabila kita mendengar kata EIS? Pastilah bagi sebagian besar personel akan mengatakan “Oh itu, programnya Disinfolahtaau untuk membuat basis data yang dapat memberikan informasi kepada Pimpinan TNI AU dalam pengambilan keputusan berdasarkan data tentang sarana prasarana dan sumber daya manusia yang menjadi kekuatan TNI AU”. Jawaban demikian tentu saja benar, karena program tersebut memang ada dan masih di-update oleh Disinfolahtaau.

Namun dalam tulisan ini, EiS yang akan dibahas adalah Eyes in the Sky (EiS). Penulis yakin, bagi personel yang dalam kedinasannya dekat dengan bidang operasi militer, pastilah tahu apa yang penulis maksudkan tentang EiS ini.

Latar Belakang EiS

Tentu pembaca pernah mendengar bahwa Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu selat tersibuk di dunia. Bayangkan saja apabila dalam satu tahun ada sekitar 50.000 kapal melewati selat dengan panjang 960 km atau 600 mil, dimana jumlah tersebut merupakan 1/3 barang perdagangan dunia dan ½ barang perdagangan minyak dunia. Kapal yang melewati selat ini merupakan kapal dagang, kapal tanker maupun kapal penumpang.

Di selat tersebut terdapat selat tersempit, yaitu Phillips Channel di Selat Singapura. Pada area sempit tersebut, terjadi penumpukan kapal yang akan lewat. Pada kondisi tersebut, akan timbul banyak tindak kejahatan, misalnya perompakan bersenjata, pembajakan, pencurian dan sebagainya. Dengan semakin banyaknya tindak kejahatan yang terjadi di Selat Malaka dan Selat Singapura, situasi ini memancing reaksi negara-negara yang mempunyai kapal melalui selat tersebut, karena dapat mengganggu kelancaran pengiriman barang maupun keselamatan penumpang. Puncak reaksi ini adalah datangnya tawaran Amerika, Australia, Jepang, China dan negara lainnya untuk mengirimkan bantuan dalam menjaga keamanan wilayah perairan tersebut dengan mengirimkan pasukan.

Tawaran ini tentu saja melegakan. Namun perlu diingat, bahwa dengan keberadaan pasukan salah satu negara pemilik kapal yang melalui Selat Malaka dan Selat Singapura ada di wilayah perairan kita, maka akan berbondong-bondonglah negara-negara lain yang mempunyai kepentingan yang sama datang ke wilayah Indonesia, dengan alasan mengamankan kapalnya yang lewat. Bagaimana dengan jasa pengamanan swasta? Tentu juga akan berperan untuk alasan pengamanan. Apabila hal ini terjadi, apa jadinya dengan kedaulatan negara?

Pelaksanaan EiS

Bertolak dari pemikiran untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan wilayah perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sekaligus menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah, maka negara-negara yang berbatasan langsung dengan jalur pelayaran tersebut, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura, serta Thailand sebagai observer melakukan kegiatan patroli maritim gabungan. Pelaksanaan patroli laut gabungan dilaksanakan sejak bulan Juli 2004 yang dilanjutkan dengan patroli udara gabungan sejak bulan September 2004. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan patroli laut dan udara gabungan dapat berjalan lancar dan aman, maka pada tanggal 21 April 2006, dilaksanakan penandatanganan Standard Operating Procedure (SOP), Malacca Straits Patrol : Indonesia-Malaysia-Singapore di Batam.

SOP yang ditandatangani pada tanggal 21 April 2006 di Batam tersebut mengatur pelaksanaan patroli maritim gabungan, yang terdiri dari patroli laut dan patroli udara gabungan, yang disebut sebagai Malacca Straits Patrols (MSP) dan terdiri dari Malacca Straits Sea Patrols (MSSP) dan Eyes in the Sky (EiS). Pada pelaksanaan EiS, patroli dijadwalkan bergantian diantara ketiga negara yang terlibat, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura, sedangkan Thailand masih bertindak sebagai observer. Negara yang memperoleh jadwal untuk mengirim pesawat berkewajiban menyertakan personel yang tergabung sebagai Combined Mission Patrol Team (CMPT) serta menugaskan awak pesawat senior sebagai Mission Commander, sedangkan dua negara yang lain mengirimkan personel sebagai perwakilan dengan jumlah personel maksimal dua perwira untuk tiap-tiap negara.

Apabila dijadwalkan pesawat yang digunakan untuk mendukung EiS adalah pesawat dari Indonesia, maka penugasan diberikan kepada TNI AU atau TNI AL secara bergantian. Pesawat TNI AU yang digunakan yaitu salah satu diantara pesawat Cassa C-212, Fokker-27, atau CN-235, dengan crew pemotretan udara sebanyak dua orang. Dengan adanya tim pemotretan udara, maka data yang diperoleh CMPT berupa foto udara digital untuk sasaran kapal-kapal yang melintas di perairan Selat Malaka.

Selama ini EiS dilaksanakan berdasarkan jadwal yang dikeluarkan sebulan sekali oleh EiS Operation Centre Koopsau I, yang tentunya sudah berkoordinasi dengan EiS Operation Centre Malaysia dan Singapura. Untuk Indonesia, pelaksanaan EiS mempunyai dua homebase, yaitu Medan dan Batam. Wilayah operasi dibagi menjadi 4 sektor, yang sudah ditentukan koordinat batasnya.

Pelaksanaan patroli yang dilaksanakan TNI AU melibatkan pelaksanaan pemotretan udara oblique, dimana operator kamera udara memotret sasaran dari pintu pesawat yang dibuka. Untuk langkah pengamanan, juru pemotretan udara (JPU) diikat tali pengaman yang ada di dalam pesawat. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena seharusnya untuk tujuan patroli maritim semacam ini, pesawat yang digunakan mempunyai pintu kaca yang anti distorsi, sehingga JPU dapat melaksanakan tugas pemotretan udara melalui pintu kaca pesawat. Kamera udara yang digunakan untuk pemotretan udara tersebut diintegrasikan dengan peralatan penentu posisi yaitu Global Positioning System (GPS), sehingga posisi maupun ketinggian pesawat serta posisi target dapat diketahui. Foto udara yang diperoleh digunakan sebagai lampiran dalam laporan Mission Commander kepada EiS Operation Centre yang ada di Koopsau I. Pada saat pelaksanaan patroli, apabila ada kejadian yang mempunyai indikasi adanya tindak kejahatan di perairan, Mission Commander juga harus langsung melaporkan kejadian tersebut melalui radio yang ada di pesawat ke Monitoring and Action Agency (MAA).

MAA adalah sebuah badan yang dibentuk di tiap-tiap negara yang terlibat dalam EiS dan menerima laporan dari Mission Commander apabila ada dugaan tindak kejahatan. MAA akan berkoordinasi antar MAA dari negara lain apabila ada tindakan yang perlu diambil dengan adanya laporan dari Mission Commander tentang kegiatan yang mencurigakan di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura.

Setelah mendapatkan laporan dari pesawat patroli, MAA akan berkoordinasi dan TNI AL sebagai institusi yang berwenang untuk melakukan penindakan di laut akan bertindak sesuai prosedur.

Sesuai tujuan EiS diharapkan adanya penurunan tingkat kejahatan di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura, sekaligus tetap menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan negara.

Tidak ada komentar: